Senin, 11 April 2016

Cerita Bersambung Wild Love Episode 4

Cerbung Wild Love Episode 4

Cincin Emas Tanda Maafku Untukmu Ibu


Aku bangun lebih pagi dari biasanya entah karena apa aku pun tak tahu. Kulihat jam dinding yang berdetak mengikuti kegundahan hatiku menunjukan jam 4 pagi. Ku langkahkan kakiku menuju kamar mandi, ketika kakiku mendarat di pijakan terakhir kuarah kepalaku menoleh ke arah kamar orang tuaku. Sunyi senyap, membuat darahku membeku ketakutan. Secepatnya aku masuk kamar mandi, mencoba menghapus semua kejadian dimalam kemarin dengan guyuran air, Segaaaaaaar!. 

Dengan hanya mengenakan handuk yang aku lilitkan pada pinggangku, aku keluar dari kamar mandi. Tak lupa aku mengarahkan kedua mata ini ke arah kamar orang tuaku lagi tapi tetap sunyi yang membuat aku semakin takut untuk mengingat apa yang terjadi semalam. Segera aku naik untuk berganti pakaian, menata semua pakaianku, kumasukan dalam koper, ya aku harus pergi dari rumah ini, aku telah bertindak bodoh semalam, dan jujur saja aku malu bagaimana cara menatap Ibu.

Jam berdetak menunjukan 05.30, tak biasanya sesepi ini. Dihari-hari sebelumnya selalu terdengar kesibukan dibawah sana, kadang suara air mengalir ditempat cucian piring, kadang suara sesuatu yang digoreng tetapi hari ini hilang semua karena logikaku yang tertutup birahi. Bagaimana kalau Romo tahu apa yang aku lakukan? Mungkin sekarang aku sudah menjadi seonggok tulang berbalut daging. Kumerenung dan merenungi semua kesalahanku.
Tik tik tik tik tik kulihat jam dinding dikamarku, tepat jam setengah tujuh, aku langkahkan kakiku turun ke lantai bawah. Tak kulihat lagi wanita paruh baya nan cantik dan rupawan yang biasa menyapaku dengan senyuman dan parahnya tidak ada makanan yang tersedia di meja makan. Ibu dimana?Ibu....maafkan aku. Kulihat pintu kamar Ibuku masih tertutup kuangkat kakiku satu per satu menuju kamar Ibu.

Tok Tok Tok.....ku ketuk pintu kamar Ibuku.

“Bu......” 

“Ibu......” suaraku lirih

“Bu, Arya berangkat kuliah dulu, sekalian Arya mau pamit mencari tempat kos. Maafin Arya bu....sekali lagi maafin Arya bu, Arya minta maaf hiks” kataku dengan mata yang menggenang dan kemudian melncur deras.

Kleeeeek.....pintu kamar Ibu terbuka. Dan.....

Cantik sekali, sangat cantik seorang wanita dengan kebaya wanta putih dan jarit berwarna putih serasi dengan kulitnya. Riasan yang sederhana tapi tidak menor, dengan rambut yang digelung kebagian belakang tanpa sanggul. Kulit yang putih sangat serasi. Ku usap air mataku yang mengalir, dan ku perlihatkan senyum kepada ibu. Tapi tak kulihat senyuman itu. Hufttt......

“Kamu boleh ngekos, dan mulai besok kamu bisa temui Ibu kamu di Pemakaman terdekat sini” jawab Ibuku dengan mata sembab , mungkin karena menangis semalaman. Ibu kemudian membuang pandangannya. Jawaban yang menakutkan, mengerikan, membekukan darahku, membuatku tertegun dan kebingungan.

“Bu, jangan bilang kaya gitu to....”

“Arya menyesal sudah melakukan hal bodoh terhadap Ibu dan.....” kataku terhenti

“kono mangkato ora usah balik maneh, tinggal sesuke nyekar ning kuburan, gampang to? (sana berangkat saja tidak perlu pulang lagi, tinggal besuk ziarah kekuburan, gampangkan?)” jawab ibu sambil tetap tidak memandangku. Aku hanya tertunduk dihadapan Ibu.

“apa yang bisa Arya lakukanagar Ibu benar-benar memaafkan Arya?” tanyaku lirih dengan tetap sambil menundukan kepala

“Ibu akan maafkan Arya asal Arya mau tetap dirumah tidak ngekos dan menemani Ibu, Ibu tahu itu adalah sebuah kesalahan tapi itu semua karena rasa sayang Arya ke Ibu” lanjut Ibu

“Dan Jika memang Arya sayang Ibu, dan Arya ingin Ibu memaafkan Arya.....” jawab Ibu berhenti suasana kembali hening. Ibu kemudian masuk kamar, terlihat ibu mengambil secarik kertas dan menuliskan sesuatu. Ibu kembali dihadapanku tapi tetap saja tidak memandangku padahal biasanya aku selalu mendapatkan senyuman darinya.

“disitu sudah Ibu tulis ukuran jari Ibu. Ibu ingin kamu belikan cincin itu saja tapi dengan uangmu sendiri, ukurannya harus pas” ibu memotong perkataanku dengan penjang lebar sama dengan Luas. Sambil menyerahkan gambar cincin emas kepadaku. 

“Bu....ta ta tapi untuk Apa?” jawabku heran

“Ibu kepengen saja, katanya pengen dimaafkan” jawab Ibu ketus sekali, aku hanya mengangguk.

“sudah lama Ibu tidak mendapatkan hadiah dari orang yang sayang sama Ibu bahkan anak sendiri juga tidak pernah memberikannya ke Ibu” jawab Ibuku ketus yang membuat aku tertegun dan malu.

“Baik bu....” jawabku sambil menunduk.

“Ibu harap kamu benar-benar membelikannya” ucap Ibuku yang kujawab hanya dengan anggukan yang penuh dengan rasa takut. Aku bergegas pergi meninggalkan Ibu, tanpa kusadari koper yang aku pegang masih ditangan kananku.

“kamu mau letakan koper itu? Atau nanti malam meletakan Ibu didalam liang kubur” ucap Ibuku, kulihat tanganku memegang koper bodohnya aku ini dan kemudian menoleh ke arah Ibu. Tetap dan masih saja Ibuku membuang mukanya. Huh andai saja aku bisa menangkap mukannya.
Kuletakan koper dan aku bergegas menuju garasi, mempersiapkan Revi dan melesat tanpa batas menuju kampus. Dasar ibu, oke aku tahu aku salah, tapi kalau disuruh beli cincin, uang darimana coba? Belum lagi harga cincin ini berapa? Ya sudahlah, aku tidak mau Ibuku kenapa-napa. Cuma ibu yang sering mendengar keluh kesahku selama ini. Romo? SIBUK!

Dalam perjalanan berangkat pun pikiranku terus terbayang-bayang kejadian semalam dan ketakutan. Ketakutan dengan kata kuburan, kenapa juga namanya kuburan mbok yaho diganti? Lha wong Kuburan band saja sudah ganti nama. Lamunanku terhenti ketika aku sudah sampai di tempat kuliah. Untungnya aku masih bisa mengendarai Revi sampai tempat kuliah.

“Woi......” teriak rahman melambaikan tangan, manusia berkulit gelap, yang selalu memotong rambutnya seperti bola sepak alias potong 1 cm dan hidung khas orang Arab-India seperti paruh burung kakak tua. Tinggi kira-kira 178 cm karena memang jika berdekatan denganku hampir sama walau tinggi aku sedikit. Jangan sekali-kali membandingkan aku dengan rahman karena jika didekatkan akan tampak seperti Zebra Cross, perlu dicatat kulitku lebih putih dari si Rahman (NO SARA-just for imagination). 

“Sini Ar.......” 

“Oh....” aku kaget mungkin karena banyak pikiran.

“Iya....... aku kesana” teriakku.

Kuhampiri Rahman dan tos tos tos biasalah tos persahabatan yang memang jarang aku lakukan. Perkuliahan dengan Rahman dimulai jam setengah sembilan, kali ini kuliah 5 SKS. 3 SKS dari jam setengah sembilan sampai jam 12 dan yang kedua 2 SKS dari jam setengah satu sampai jam dua lebih 10 menit. Aku mengambil tempat duduk paling belakang, tepatnya di belakang teman kuliahku yang memiliku postur yang lebih besar (baca : Gemuk NO SARA-just for imagination) dari aku. Perkuliahan kali ini aku benar-benar tidak konsen dengan apa yang diajarkan oleh dosenku. Bayanganku masih melayang dengan apa yang terjadi semalam. Putih bersih ah.....lamunanku hingga membuatku otakku menolak semua materi dari dosen. Dua setengah jam telah terlewati, terlampaui dengan berbagai bayang-bayang adegan kotor semalam. Dosen kok mboseni (membosankan), ya itulah dosenku yang sekarang sedang mengajar, Dosen yang hanya duduk dan membaca buku paket perkuliahan. Seperti orang yang mendongengkan cerita ke anak-anak TK agar lekas tidur.

“Ar....mbolos yuk Ar, ane males kuliah jam setengah satu, isinya Cuma ngantuk ngantuk dan ngaaaaaaaaaaaaaaaaaaantuk....” ajak Rahman ketika kita berjalan meninggalkan kelas.

“hmm....hoaaaaam....makan dulu lah sebelum bolos, memang mau bolos dimana kang?” jawabku sambil merenggangkan kedua tanganku.

“ya gak kemana-mana Ar, Cuma stay di warung aja, gimana menurut ente?” lanjut Rahman

“ayo...Markike (Mari Kita Kemon) ....dah lapar aku kang, tadi pagi Ibu bangun kesiangan” jawabku sambil beranjak dari tempat duduk.
Ibu?bangun kesiangan?gara-gara aku membuatnya menangis, melakukan hal bodoh yang seharusnya tidak aku lakukan. Tapi jika mengingat Ibu tadi pagi, Ibu tampak lebih cantik dari tadi malam, tumben-tumbenan Ibu berdandan seperti tadi pagi. Pikiran ini terus bergerak ke otak dan berputar-putar terus terus dan terus sepanjang aku berjalan bersama Rahman menuju warung di seberang kampus.

“Mbok... Nasi rames ayam goreng dua, es jeruk satu, jeruk adem satu, kasih sambel trasinya bu jangan lupa” teriak Rahman ketika memasuki warung. Kami pun memilih bangku yang dekat dengan pintu keluar.

“Ora nganggo suwi Mbok, selak meh modar rasane (tidak pakai lama Mbok, hampir mau mati rasanya)” teriakku setelah Rahman. Kami langganan di warung si mbok, jad ya sudah biasa kalau kita selalu bercanda di warung.

“Koyo-koyo wong sing ora tahu mangan wae to le, yo kosek sedelok (seperti orang yang tidak pernah makan saja to nak, ya tunggu sebentar)” jawab Si Mbok Warung. Tempat kami duduk adalah tempat paling nyaman di warung ini, pojok dekat dengan pintu dan sangat privasi. Ya maksudnya tempatnya mojoklah enak dibuat ngobrol.

“Ssst....ane punya film bagus, ente mau lihat gak?” bisik Rahman

“apa kang?” jawabku

“nih...jangan lupa pake earphone-nya, sebelah aja biar kita tetep bisa ngobrol” dia menyerahkan si KW super Korea selatan kepadaku. Langsung aku pasang satu earphone ke telingaku.

“File-nya apa kang?” tanyaku penasaran dengan film itu.

Rahman kemudian, membukakan file pada smartphonenya yang aku pegang, dan touch....filmpun dimulai. What the fuck?! It’s porn film again but i start to love it....uft. Ketika film itu diputar aku melihat ke arah samping kanan, kiri, belakang dan Huft...Aman Jaya Mengudara dan terkendali. Karena dibelakangku adalah tembok, samping kiriku tembok, samping kananku meja makan kosong. Gila kenapa aku sekarang jadi suka sekalii melihat film porno? Ini yang kedua bagiku, yang kedua ini sangat lain karena? sudahlah. Aku tidak merasa aneh, atau jijik, sekarang yang aku rasakan adalah menontonnya, meresapinya dan melupakannya. Mungkin lebih tepatnya hanya untuk kesenangan saja melihat seperti ini.

“Wooi serius amat sich ente.... ntar ane transferin yang banyak ke HP ente.... maaf yo, ane paling suka ngajakin jelek ente ha ha ha ha” kata Raman membuyarkan konsentrasiku.

“Memang masih pun.................” ucapku terputus

“Ki segone karo ngombene, lek dang dipangan tapi eling piring karo gelase ojo dipangan (ini nasi dan minumannya, segera dimakan, tapi ingat piring dan gelasnya jangan dimakan)” tiba-tiba Si Mbok warung meletakan pesanan kami dan memotong perkataanku.

“Emange jaran eblek mangan koco mbok (memangnya kuda lumping makan kaca)” jawab kami serentak yang diikuti gelak tawa si mbok yang berjalan meninggalkan kami.

“Tadi ente mau ngomong apa Ar?” tanya Rahman

“Memang masih punya banyak Kang Rahman?” tanyaku

“Huwahahahahahahahahahahah..... Ane kira ente alergi sama hal-hal yang berbau “busuk” Ternyata.....”

“Download to Ar Ar, entenya saja yang Bahlul (Bodoh) bin goblok bin dedhel, ga pernah manfaatin internet, makanya browsing.... berselancar di dunia maya ....hahahahahaha ....” jawabnya terbahak bahak

“Dah makan dulu....” lanjut Rahman

Aku hentikan kegiatanku nonton film itu, kusantap dan kulahap makan nasi rames ibu warung. Jika piringnya bisa aku makan mungkin akan aku makan sekalian he he he. Ah....lezatnya.....bagaimana tidak, tadi pagi aku tidak “kemasukan” nasi sama sekali. Perut kosong apalagi pikiranku buyar karena Ibuku. 

“Mana HP ente?” kata Rahman memcah konsentrasi makanku

“Hini mmmmm kangmmmm...” jawbku sambil sambil mengunyah makanan. 

Sambil makan kulihat Rahman mengutak-atik smaartphone miliku dan miliknya. Makan makan makan....aku ingin kenyang.... wah ternyata ada lauk cumi osengnya, dipotong-potong kaya cincin. Wadiyah waduh ...Cincin? Ah cincin titipan Ibu.... kenapa aku baru ingat, bagaimana ya? Aku harus beli dimana? Kenapa aku bisa lupa. Cepat aku selesaikan makanku, kemudian kurogoh saku celanaku. 

“Untung masih ada” kataku tiba-tiba

“Ni Ar, udah ane transfer, ane simpen di folder yang namanya Semprotku” kata Rahman kepadaku

“Oia...untung kenapa??” lanjut Rahman kaget aku mendengarnya. 

“Apa aku harus cerita ke Rahman soal kejadian semalam? Ah tidak, bisa-bisa aku disangka orang Gila, Tapi aku bisa minta tolong ke rahman untuk cari cincin ini” bathinku.

“Kang, tahu gak cari cincin seperti ini dimana?” sambil aku meyerahkan potongan gambar cincin dari Ibuku

“Hmmmm.... ni di Toko Gajah Emas ada, tapi model kaya gini bisa nyampe 6 gram Ar, harganya kira-kira...kalo disesuaikan dengan harga emas sekarang ya Ar, ya bisa nyampe 3,5 juta-an lebih Ar” jelas Rahman kepadaku

“HAH?! WEIDIAN! (Edan) duit opo godong iku Kang (uang apa daun itu kang)?” teriaku kaget.

“Ha ha ha ha ha emang ente, mau beli? Buat siapa? Pacar ente?” tanya Rahman yang masih tertawa sambil memegang perut 

“Kanggo mak’e kang (Buat Ibu kang), dia pengen cincin seperti gambar ini” jawabku pelan

“Owalaaaaaaah.... gampang itu “ 

“Tenang aja Ar, ane kan pernah punya hutang ama ente, waktu kecelakaan itu ente kan yang bayar uang perawatan di awal ane masuk RS?” tanya Rahman

“I...iya kang, kok tahu?” jawabku

“Ya tahulah, punya mulut itu fungsinya buat tanya”

“Sudah tenang aja Ar, nah sekarang giliran ane bantuin ente Ar..... bentar ane transfer ke rekening ente pake i-bangking, nomor rekening ente masih 
sama kan?” jelas Rahman

“ee....enggak usah kang.....” jawabku

“Diem aje ente, ane tahu ente sayang banget ma Ibu ente, sekarang giliran ane yang bantu ente, coba aja waktu itu ente gak lewat mana mungkin ane bisa makan bareng ente sekarang” kata Rahman sambil ngutak-atik telepon cerdasnya.

“Ketemu rekening ente ......” guman Rahman mengutak-atik telepon cerdasnya. Ya memang aku dan rahman memang pernah melakukan transfer ke rekening masing-masing, mungkin no.rekeningku masih tersimpan di riwayat transfernya.

“Dah masuk Ar.... semoga ente bisa dapetin tuh cincin, dan bisa bikin seneng Ibu ente” lanjut Rahman

“Makasih kang, bukannya mau ngapa atau gimana lho kang.....” baru saja mau ngomong Rahman sudah memotongku perkataanku

“Udah Ar, ente sahabat terbaik ane jadi, well wewe gombel, apa yang ane lakukan ini gak sebanding sama pertolongan ente waktu itu, lagipula sudah kewajiban ane ngebalikin uang itu karena itu adalah uang kamu” jelas Rahman

“Ato kurang? Perlu ane tambahin Ar? Tenang aja uang tambahan ini gak perlu kamu ganti ini masih kurang ngan bantuan yang ente berikan waktu itu” lanjut Rahman

“Sudah kang sudah, ini sudah lebih dari cukup...” jawabku

“Mending sekarang kamu ke Toko Emasnya Ar, dari pada nanti tutup” nasihat Rahman kepadaku

Setelah perbincangan dengan Rahman di warung itu, kemudian aku bergegas ke pusat kota. Uang yang ditransfer Rahman lumayan banyak 5 juta. Padahal uang yang aku keluarkan untuk biaya rumah sakitnya waktu itu tidak sampai 5 juta. Tapi tak apalah daripada tidak punya uang buat beli cincin. Kuhentikan Revi si bodi montok di ATM pinggir jalan untuk mengambil uang sebesar 4 juta. Kulihat saldo ATM-ku tersisa sekitar 3 juta. Beruntung aku punya sahabat seperti Rahman selalu melewati suka duka bersama.

Kembali kupacu Revi montokku menuju toko Gajah Emas, Kurang lebih 1800 detik aku sampai di toko emas, tepat jam setengah tiga. Aku serahkan gambar cincin kepada penjaga toko. Penjaga toko memperlihatkan cincin yang sama dengan di gambar. Tinggal satu dan untunglah harganya tidak lebih dari 4 juta serta ukurannya cocok dengan pesanan ibu. Masih sisa 200rb lumayan. Tak lupa aku bungkus cincin itu dengan wadah cincin yang terbuat dari kaca, jadi tidak sisa.

Kuselesaikan semua urusan di toko kembali kupacu Revi, setelah Kurang lebih setengah jam lamanya aku di toko emas itu. Bergegas aku pulang kerumah, coba bayangkan dari rumah ke kampus 1 jam, dari kampus ke toko kurang lebih setengah jam, total perjalanan pulang memakan waktu 90 menit. Jam setengah lima aku sampai dirumah, kumasukan motorku ke garasi, garasi rumah tak terkunci bahkan tak tertutup mungkin sejak tadi pagi aku berangkat, kemudian kututup gerbang, dan masuk rumah melaui garasi sekalian mengunci pintu garasi. 

“Sepi sekali, dimana Ibu? Kok wangi banget....” bathinku

“Buuu..... “ dan tak ada jawaban

Kulirik kamar ibu, tapi kelihatannya dikunci. Lebih baik aku mandi, dan segera mandi , istirahat. Rasa lelah perjalanan hari ini begitu meguras tenagaku. Hingga aku terlelap dan tidak ada satupun mimpi yang hinggap di dalam tidurku. Aku terbangun, kulihat jam dinding kamarku yang tampak buram menunjukan pukul 18.30. kulangkahkan kaki menuju kamar mandi dan bergegas kembali ke dalam kamarku. Kulihat telepon cerdasku berbunyi cicit cicit cuit cit cicit cuit. Kubaca sms yang masuk.

Dari : Ibu tercantik <3
Untuk : Arya
"Pakai pakaian yang rapi, Ibu tunggu di bawah nak"

Dari : Arya
Untuk : Ibu tercantik <3
"Inggih Bu siap, Mau kundangan ya bu?tunggu sebentar ya bu"

Tak ada balasan sms dari ibu, kupercepat berganti pakaianku. memakai baju rapi, dengan celana kain formal berwarna hitam. Bagian atas aku memakai baju berwana hitam dengan garis-garis vertikal tipis terukir dibajuku. Sambil berganti pakaian tak lupa aku menyulut rokok dunhill mild. Aku ambil parfum warna hitam bertuliskan “kapak”. Ku semprotkan ke seluruh tubuh pakaian yang aku kenakan hingga kedalam mulutku. Wangi semerbak toko parfum membalut kegundahanku dan ketakutanku. Aku turun ke bawah menuju ke bawah, tak lupa kukantongi telepon pintarku dan cincin pesanan Ibu dengan penuh harapan kelakuanku dimaafkan olehnya. Hingga sampai dibawah aku tidak menemukan Ibuku.

“Bu..... Arya sudah siap” teriakku sambil duduk di kursi ruang keluarga

“Ibu di kamar tamu nak, lagi nata kamar, sini sebentar” teriak Ibu keras

“hah males banget! Masa mau kundangan suruh beres-beres? Sudah wangi lagi” bathinku kesal

Kulangkahkan kakiku menuju kamar tamu, kubuka pintu kamar tamu. Dan ....................

Load disqus comments

0 komentar